MemandangWajah Rasulullah ﷺ Memperbaiki Diri Sendiri Nur Muhammad: Asal Mula Alam & Diri Sendiri (Kajian Makrifat) Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan. Syarah Al-Hikam. Syekh Ibnu Atha'illah As-Sakandari. Tanwirul Qulub. Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi. All articles loaded Orang Zahid Merasa Risih dengan Pujian Manusia

- Dahulu, para salaf ketika mendapatkan hatinya mengeras disebabkan lalai dan dosa, mereka bergegas pergi melihat wajah teduh penuh berkah Muhammad bin Wasi', taqwanya kepada Allah mengalir ke wajahnya menampakkkan cahaya keimanan, seketika orang orang yang memandang beliau seakan mendapatkan peringatan akhirat, mengingatkan akan ibadah dan taqwa, sehingga luluh dan khusyu'lah hati hati mereka..Diantara mereka ada yang mengatakan, "إذا نظرت إلى محمد بن واسع تجددت عندي الهمة في الطاعة شهرا كاملا""Ketika aku memandang Muhammad bin Wasi', maka bertambahlah semangatku dalam taat dan ibadah satu bulan penuh"..Kekhusyu'an dan ketenangan beliau mampu menggetarkan hati orang orang yang melihatnya, bahkan sebelum beliau berbicara..Beginilah keadaan orang orang sholeh, dan ini benar benar terjadi..Para masyaikh dan wali wali Allah itu memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa kuat, orang orang sekitar mereka sangat merasakan energi ini, sehingga diceritakan bahwa ada beberapa masyaikh yang para muridnya sudah bisa meneteskan air mata sebelum beliau beliau membuka kajian..Hanya melihat wajah khusyu' mereka..Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa memandang wajah orang alim adalah ibadah, walaupun ini diperselisihkan sanadnya oleh para ulama, tapi kita tidak membahas itu, sy ingin mengajak teman teman merasakan energi positif dari mereka..Walaupun hanya memandang sekilas..Bagaimana sekiranya orang orang yang Allah beri kesempatan membersamai mereka..Allah..ya lahaaa min ni'mah..$ads={1}Dan diantara wali itu adalah sayyidil Habib Umar, ini adalah pengakuan dari beberapa ulama yang sezaman dengan beliau, karena ada yang mengatakan,"لا يعلم الولي إلا ولي""Tidak ada yang mengetahui kewalian seseorang kecuali seorang wali"Dan beliau -semoga Allah menjaganya- pernah suatu kali disebut wali oleh syeikh Ali Jumah..Sungguh, melihat mereka saja sudah membuat kita khusyu' dan ingat akherat..Oleh Amru HamdanyDemikian Artikel " Semangat Beribadah Karena Memandang Wajah Orang Sholeh "Semoga BermanfaatWallahu a'lam BishowabAllahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -

Untukmembentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain : a. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami. 1) Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab) · Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan.
Kalam “Jika kau punya masalah yang tidak bisa kau selesaikan dengan akal, maka sering-seringlah melihat wajah orang shaleh, pasti Allah SWT akan memberimu jalan keluar.” ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ، ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺢِ ﻟِﻤَﺎ ﺃُﻏْﻠِﻖَ ﻭَﺍﻟْﺨَﺎﺗِﻢِ ﻟِﻤَﺎ ﺳَﺒَﻖَ، ﻧَﺎﺻِﺮِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ، ﻭَﺍﻟْﻬَﺎﺩِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻃِﻚَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢِ ﻭَﻋَﻠﻰَ ﺁﻟِﻪِ ﺣَﻖَّ ﻗَﺪْﺭِﻩِ ﻭَﻣِﻘْﺪَﺍﺭِﻩِ ﺍﻟﻌَﻈِﻴْﻢِ Aplikasi Pejalan Ruhani bisa di download di Google Play Store. Semoga bermanfaat SurauBaitulFatihTarekatNaqsyabandiyahKhalidiyah Follow 🌻suraubaitulfatihdzikir dzikrullah sholawat shalawat sholawatan maulid suluk salik syariat thariqat thariqah thoriqoh tarekat hakikat makrifat islam iman ihsan tauhid sufi sufism sufisme sufistik tasawuf mahabbah naqsyabandiyah naqshbandi jatman aswaja nahdliyin Mulai Perjalanan Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs. Kalam & Nasehat Lainnya Rekomendasi Di sejumlah pesantren salafiyah, buku ini Tanwir al-Qulub biasanya dipelajari bersamaan dengan kitab-kitab fikih. Yang sedikit membedakan, kitab ini ditulis oleh seorang pelaku tarekat sekaligus mursyid dari tarekat Naqsyabandiyah.

Janganlahmengaku mengikuti Salafush Sholeh jika tidak sholeh. Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Amin bin Ahmad Asy-Syinqi thi dalam bukunya Majalis Ma’a Fadhilah asy-Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna Asy-Syinqi thi’ menuliskan bahwa Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna asy-Syinqi thi pernah mengatakan dihadapan mufti kerajaan dinasti Saudi, “Siapa yang mengabarka nmu

22 September 202122 September 2021 adiregard 0 Lihatlah wajahnya Wajah beliau begitu teduh Mata beliau seperti mata bayi dan telaga yang dalam, membuat tenggelam dan jatuh cinta. “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Alloh SWT menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat”. Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rosululloh SAW “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Alloh cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”. Mata yang memandang mempunyai pengaruh kuat dan berdampak signifikan terhadap aktifitas batiniah kita. Begitu kuatnya pengaruh itu sehingga mempengaruhi kekhusyu’an seseoran untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala. Syekh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi dalam kitabnya Jawahirul Kalamiyah menguraikan sebuah permasalahan Bagaimana mata mempunyai pengaruh, padahal mata itu hanya termasuk bagian badan manusia yang lembut dan tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dilihat, dan tidak ada sesuatu yang keluar dari mata itu yang berhubungan dengan sesuatu yang dilihat?’ Maka dijawab bahwa tidak ada yang menghalangi jika sesuatu yang lembut itu mempunyai pengaruh yang kuat, dan tidak diisyaratkan bahwa adanya pengaruh itu harus ada hubungannya, karena sesungguhnya kita lihat sebagian manusia yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan bila melihat kepada seseorang dengan pandangan yang mengandung amarah, kadang-kadang menyebabkan yang dipandang itu ketakutan dan gemetar, malah bisa menyebabkan kematiannya. Padahal pada lahirnya ia tidak memasukkan sesuatu pada yangilihatnyan dan tidak terjadi antara yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi hubungan ataupun sentuhan. Kalau magnet mempunyai kekuatan dapat menarik besi padahal tidak ada hubungan antara magnet dan besi yang ditariknya itu dan tidak keluar sesuatu yang dapat menyebabkan menariknya itu. Bahkan benda-benda yang lembut lebih besar pengaruhnya daripada benda-benda yang kasar. Karena sesungguhnya perkara-perkara yang besar adalah timbul dari kuatnya kehendak dan niat, sedangkan kehendak dan niat itu termasuk hal yang tidak tampak. Maka tidak mengherankan kalau mata mempunyai pengaruh terhadap yang dipandangnya sekalipun mata itu sangat lembut, dan tidak ada hubungan atau sesuatu yang keluar dari mata itu. Kekuatan dan kecepatan pengaruh mata dalam memandang telah disinggung oleh Nabi SAW dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas Ra. “Pandangan mata adalah suatu kebenaran. Jika ada sesuatu yang dapat mendahului takdir ketetapan Alloh, maka sungguh pandangan mataakan mendahuluinya”. HR. Muslim. Karena itulah mata bisa membahayakan, seperti hipnotis, dll. dan Nabi SAW mengajarkan kepada kita suatu do’a “Aku berlindung dengan kalimat Alloh yang sempurna dari setiap syetan, binatang buas, dan pandangan mata yang membahayakan”. Sari As-Saqothi Rhm. berkata “Lidahmu adalah penyambung dari hatimu, dan wajahmu adalah cermin darinya. Pada wajahmu ditemukan apa yang ada di dalam hatimu”. Ketika anak-anak Ya’qub ingin pergi ke Mesir, menemui Yusuf As. yang ketika itu sudah menjadi Perdana Menteri, Ya’qub As. menasehati mereka “Hai anak-anakku, janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan!” QS. Yusuf[17] 67. Qotadah mengatakan bahwa Ya’qub As. mengkhawatirkan mereka dari bahaya pandangan Al-Ain orang-orang yang melihat mereka karena anak-anak Ya’qub As. tergolong orang-orang yang tampan dan berpenampilan menarik. Demikianlah Al-Quran mengisahkan tentang isyarat kuatnya pengaruh pandangan terhadap sesuatu yang diinginkan, yang dipahami oleh sebagian orang tertentu yang diberikan pengetahuan tentangnya. Keutamaan pandangan kepada wajah seorang Ulama banyak sekali, di antaranya sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Alloh SWT menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat”. Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rosululloh SAW “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Alloh cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”. Hadits tersebut menunjukkan betapa besarnya keutamaan memandang wajah orang Alim secara lahiriah, dikarenakan seseorang yang melakukannya akan mendapat pengaruh kekhusyu’an dan ketenangan hati sehingga mendorongnya kepada Hubbul Akhiroh. Tidak semua Ulama dikategorikan seperti makna hadits di atas, karena kata Ulama’ menggunakan Isim Makrifah Al-’Ulamaa-u, yang menandakan ketertentuan/kekhususan. Tentunya Ulama yang dimaksud di sini adalah Ulama yang telah mencapai kemakrifatan yang Hakiki, dimana pancaran jiwanya mampu melenyapkan sekat-sekat yang menutupi hati. Maka Robithoh, yakni memandang wajah Syekh dengan mata hati lebih diutamakan dan memiliki tempat yang khusus di kalangan Ahli-ahli Thoriqoh, sebagai penyatuan ruhaniyah seorang murid yang dhoif lagi faqir, dengan Syekhnya yang kamil menuju Hadhirat Alloh Ta’ala. Di dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ada sebagian ahli dzikir yang dapat menyebabkan orang lain ingat kepada Alloh. Yakni dengan memandang wajahnya saja, membuat mereka teringat untuk dzikrulloh. Hadits lain menyebutkan bahwa Sebaik-baik orang di antara kamu ialah seseorang yang apabila orang lain memandang wajahnya, maka ia ingat kepada Alloh, jika mendengar ucapannya maka bertambah ilmunya, dan jika melihat amal perbuatannya maka tertariklah pada akhirat’. Atas dasar hadits ini para pembimbing dzikir Syeikh Sufi terdahulu sangat menganjurkan untuk senantiasa mengenang wajah Syeikhnya sebagai alat untuk mempermudah dzikir ingat kepada Alloh SWT, dan yang demikian itu akan membuat dirinya tenggelam dalam lautan mahabbah dzikir-Nya. Berkata Syeikh Mushthofa Al-Bakri Rohimahullohu Ta’ala “Dan di antara apa yang diwajibkan atas seorang murid adalah robithoh hatinya dengan Gurunya dan maknanya bahwa murid senantiasa mengekalkan atas penyaksian akan rupa Syeikhnya. Inilah merupakan syarat yang dianjurkan bagi kaum Sufi yang mewariskan kepada maqom makrifat yang tinggi” Sumber Kitab Hidayatus Salikin 153,650 3 minutes read. Teman bergaul dan lingkungan yang Islami, sungguh sangat mendukung seseorang menjadi lebih baik dan bisa terus istiqomah. Sebelumnya bisa jadi malas-malasan. Namun karena melihat temannya tidak sering tidur pagi, ia pun rajin. Sebelumnya menyentuh al Qur’an pun tidak.
Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis tersebut hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad. Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Tarikh Al Islam, 5/109. Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadir dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Tartib Al Madarik, 2/51-52. Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” Al Hilyah, 2/158. Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri. Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau. Tak mengherankan jika Waqi’ bin Jarah menilai bahwa memandang wajah Abdullah bin Dawud adalah Ibadah. Abdullah sendiri adalah seorang ahli ibadah di Kufah saat itu. Tahdzib At Tahdzi, 7/296. Nasihat Memilih Teman Kondisi teman, bisa berpengaruh banyak hal kapada kita, sehingga perlu bagi kita berhati-hati memilih teman. Setidaknya, itulah inti dari nasehat yang disebutkan oleh Imam Abu Laits, dimana beliau mengatakan,”Seorang tidak akan melakukan 8 hal, kecuali Allah akan memberinya 8 hal pula. Kalau ia banyak bergaul dengan orang kaya, maka timbul dalam hatinya kesenangan terhadap harta. Kalau ia akrab dengan orang miskin, maka timbul dalam hatinya rasa syukur dan qana’ah. Kalau ia berteman dengan penguasa, maka timbul rasa sombong. Kalau ia berdekatan dengan anak-anak maka ia banyak bermain. Kalau ia dekat dengan para wanita, maka syahwatnya akan timbul. Kalau ia berkarib dengan orang-orang fasiq, maka datang keinginan untuk menunda-nunda taubat. Kalau ia dekat dengan ahli ilmu, maka ilmunya akan bertambah. Kalau ia dekat dengan ahli ibadah, maka akan termotivasi melakukant ibadah yang lebih banyak.” Bughyah Al Mustarsyidin, 9.
Hanya4 golongan manusia yang disisiNya yakni para Nabi (Rasulullah yang utama), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh Firman Allah ta’ala yang artinya “ Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya SEBAGIAN besar orang beranggapan, bahwa serius dalam belajar di antaranya adalah membawa kertas dan pena. Catat, garisbawahi, semua penjelasan penting sang ulama yang menjadi guru. Namun, tidak demikian halnya dengan Abu Bakar Al-Muthawi’i. Ia lebih suka memandang wajah sang ulama hingga lembut dan tenteram hatinya. Selama 12 tahun ia aktif mengikuti majelisnya Imam Ahmad. Mestinya, catatannya sudah berlembar-lembar, sebagai bukti bahwa ia serius mengikuti majelis tersebut. Ternyata tidak. Jangankan selembar, secuil pun ia tak punya catatan. Ia datang memang bukan untuk mencatat. Ia datang hanya karena ingin memandang Imam Ahmad. Itu saja. Lebih “gila” lagi, Muthawi’i tidak sendiri. Mayoritas yang datang di majelis itu seperti Muthawi’i, cuma ingin menikmati wajah Sang Imam. Padahal, yang hadir tak kurang dari 5 ribu orang. Dari jumlah tersebut, yang kelihatan aktif mencatat sekirar 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Seorang perempuan cantikah Imam Ahmad? Jelas bukan. Imam Ahmad adalah seorang ulama yang menyandang gelar salah satu imam mazhab ternama. Majelisnya adalah majelis hadits, karena beliau memang ahli hadits. Tak heran bila majelis pengajiannya menjadi rujukan banyak orang. Demikian juga kitab-kitabnya. Namanya harum hingga sekarang, bahkan sepanjang masa. Ingat kepada Allah Kembali kepada Muthawi’i, apa yang ia lakukan bukanlah sia-sia. Tetapi ada dasarnya. Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya. Jelasnya, ia bisa membangkitkan semangat untuk meningkatkan amal kebaikan, apalagi saat keimanan sedang menurun. Itu pernah dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau mengatakan, ”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama, tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah, ”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Dengan demikian, datang dan hadirlah kepada para ulama, terutama yang mengisi majelis-majelis ilmu, pandanglah wajah mereka untuk melunakkan hati dari kerasnya hati qoswah. Atau setidak-tidaknya, berdekat-dekatlah dengan wajah orang-orang yang shaleh, karena seperti disampaikan dalam bait syair populer masa kini, yakni “Tombo Ati” alias obat hati, yang ketiga adalah berkumpul dengan orang-orang yang shaleh. “Kaping telu wong kang sholeh kumpulono.”*/Abu Ilmia
Kaumshalih adalah orang-orang berakal. Ketahuilah kaum shalih adalah orang-orang yang berakal. Mereka mengatakan, “Kami tidak akan memakan makanan di jalan atau di rumah, melainkan di sisiNya“.Jika orang-orang zuhud makan di surga dan orang-orang arif makan disisiNya, sementara mereka masih berada di dunia, maka kalangan pecinta Allah, tidak makan

Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis tersebut hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad. Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Tarikh Al Islam, 5/109. Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Tartib Al Madarik, 2/51-52. Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” Al Hilyah, 2/158. Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri. Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau. Tak mengherankan jika Waqi’ bin Jarah menilai bahwa memandang wajah Abdullah bin Dawud adalah Ibadah. Abdullah sendiri adalah seorang ahli ibadah di Kufah saat itu. Tahdzib At Tahdzi, 7/296. Lantas, bagaimana bisa, hanya dengan memandang orang shalih, maka pelakunya bisa ingat kepada Allah? Sebenarnya penalaran terhadap masalah ini tidak cukup susah. Kadang dalam kehidupan sehari-hari kita memiliki teman yang amat suka terhadap permainan sepak bola, pembicaraannya tidak pernah keluar dari kompetisi sepak bola dan para pemainnya, baju yang dipakai serupa dengan kostum klub-klub sepak bola, kamarnya dipenuhi dengan poster para pemainnya, kendaraannya dihiasi dengan atribut-atribut olah- raga yang kini digemari banyak orang ini. Otomatis, ketika kita melihat tampilan fisik teman yang demikian, maka ingatan kita langsung tertuju kepada bola. Demikian pula, ketika ada kawan yang “gila” kuliner. Yang selalu berbicara mengenai rumah makan dan masakannya di berbagai tempat, dan banyak mencurahkan waktu untuk hoby-nya tersebut, maka melihat wajah orang yang demikian, akan mengingatkan kita pada makanan. Tidak jauh berbeda ketika kita memiliki kawan yang amat menjaga perkataan, tidak menyeru, kecuali menyeru kapada jalan Allah. Kita pun mengetahui bahwa ia selalu menjaga puasa dan shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Ia pun wara’ hati-hati dalam bermuamalah, maka bertemu dengannya, bisa membuat kita termotivasi untuk melakukan amalan yang labih baik dari sebelumnya. Apa yang telah dilakukan oleh para salaf di atas, mengingatkan kembali pada kita pada sebuah lantunan nasehat, yang sudah cukup akrab di telinga kita. Yakni nasehat “Tombo Ati” alias obat hati. “Kaping telu wong kang sholeh kumpulono”. Cara yang ketiga mengobati hati yang qaswah, adalah mendekati orang-orang shalih. Kalau para ulama salaf saja masih merasa perlu mendekat kepada para shalihin hanya untuk memandang wajah mereka, guna melunakkan qaswah dalam hati dan memperbaiki diri. Lantas bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah memilih, siapa sahabat-sahabat yang bisa mengingatkan kita kepada Allah, di saat kita memandangnya? Padahal kita sama-sama sadar bahwa kualitas keimanan mereka amat jauh berada di atas yang kita miliki. Nasihat Memilih Teman Kondisi teman, bisa berpengaruh banyak hal kapada kita, sehingga perlu bagi kita berhati-hati memilih teman. Setidaknya, itulah inti dari nasehat yang disebutkan oleh Imam Abu Laits, dimana beliau mengatakan,”Seorang tidak akan melakukan 8 hal, kecuali Allah akan memberinya 8 hal pula. Kalau ia banyak bergaul dengan orang kaya, maka timbul dalam hatinya kesenangan terhadap harta. Kalau ia akrab dengan orang miskin, maka timbul dalam hatinya rasa syukur dan qana’ah. Kalau ia berteman dengan penguasa, maka timbul rasa sombong. Kalau ia berdekatan dengan anak-anak maka ia banyak bermain. Kalau ia dekat dengan para wanita, maka syahwatnya akan timbul. Kalau ia berkarib dengan orang-orang fasiq, maka datang keinginan untuk menunda-nunda taubat. Kalau ia dekat dengan ahli ilmu, maka ilmunya akan bertambah. Kalau ia dekat dengan ahli ibadah, maka akan termotivasi melakukant ibadah yang lebih banyak.” Bughyah Al Mustarsyidin, 9. Keterangan Foto Suasana majelis hadits di perguruan Darul Ulum Deoband, Uttar Pradesh, India.

. 48 463 229 148 52 482 263 466

memandang wajah orang sholeh