JawabanThom Wainggai dengan tegas kepada para Hakim Indonesia bahwa kami orang Papua Melanesia memiliki sumber daya kekayaan alam yang besar maka sudah tentu orang Papua Melanesia memiliki mata uang tersendiri yang diatur dalam 163 pasal Konstitusi negara. Mata uang orang Papua Melanesia yang diatur dalam Konstitusi negara disebut : Florin.
Kumpulan puisi Antonius Wendy ini memiliki pandangan soal religiusitas, kehidupan, kematian. Kumpulan puisi ini berjudul Yang Layak Masuk Surga, Tangis Tanpa Rupa, Di Depan Altar, Kenapa Aku Dibunuh, Pada Suatu Hari, dan Menjadi Hantu. Karena yang layak masuk surga hanya umat agama yang ini Tuhan pun membuang sebagian besar manusia ke neraka Sehingga jumlah yang hanya sebesar sebongkah bumi Tercatat di mata-Nya sebagai benih-benih yang berkualitas Tapi kemudian Tuhan berkata, “Tidak! Banyak yang sesat!” Karena yang layak masuk surga hanya umat aliran yang ini Tuhan kembali membuang sejumlah penghuni bumi ke neraka Sehingga semakin sempit jalan berkelok menuju keabadian Tapi lagi, “Tidak! Masih banyak yang tidak sesuai Saya!” Karena yang layak masuk surga hanya umat kelompok ini Maka dengan murka Tuhan menendang para umat-Nya Sehingga yang bertahan di surga hanya beberapa saja Tapi pun setelah diperiksa oleh para malaikat, dan ternyata Beberapa orang tersebut memiliki sifat buruk semasa hidup Maka dengan mata merah Tuhan mengusir mereka semua Hingga surga sepi karena tak ada yang layak menghuninya Tangis Tanpa Rupa Pada onggokan daging yang tak lagi bisa dikenali Ada bekas dan jejak-jejak ciuman lembut dari surga Ketika Tuhan menggenggam hati yang hilang bentuk Di antara luka yang telah menorehkan doa-doa jiwa Pada kubangan darah yang menguarkan wangi sunyi Ada malaikat yang bercermin wajah mereka di sana Kemudian menyeka noda kematian dengan airmata Membersihkan jiwa yang kotor dijilat oleh maut Pada tulang-belulang yang diikat oleh rantai rindu Ada sentuhan hangat yang meraba sisa-sisa harapan Untuk pulang menuju cinta yang datang menjemput Bersama pelukan bumi yang melapangkan keabadian Dari kejauhan terdengar suara nyanyian senjata Diiringi lagu ketakutan yang kelam oleh sengsara Secara perlahan cahaya meredup berganti malam Tapi terdengar suara tangis yang entah dari mana Di Depan Altar Aku berjalan terseok-seok ke depan altar yang terang lilin Dengan kaki pincang yang mendentumkan gema sunyi Keheningan bergetar di antara sela-sela bangku yang tidur Dan altar di depanku seolah semakin jauh saja menyambutku Kudengar bisik malam dari jendela yang mengukir penderitaan Seperti mengajakku mengikuti kesengsaraan iman yang tenggelam Kurasakan lilin-lilin api mengikuti jejak airmataku yang jatuh Seolah setiap tetesnya memantulkan gemerlap cahaya yang kabur “Tuhan, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Aku berjongkok Mulutku terbuka tapi banyak lipan merangkak keluar dari sana Aku bersujud memohon dan cacing-cacing keluar dari anusku Dan kuku jariku patah di lantai yang membanting bunyi dingin Seketika aku tersungkur dan mendengar nada suaraku remuk Tapi aku terus memohon dengan bunyi yang sudah tak dikenali Kuangkat wajah ketika airmataku berubah jadi ulat-ulat di muka Dan pakaianku koyak di saat tulang-belulang mencuat bak sayap Kenapa Aku Dibunuh Seorang malaikat datang menjemputku dengan penasaran “Saudara, hidupmu sudah selesai. Mengapa kau dibunuh?” Aku tersenyum padanya dengan mata yang menyala terang Dan terang itu juga yang menyalakan seluruh bentuk jiwaku “Ada yang tidak senang dengan keyakinan saya,” ucapku Muncul seseorang yang sedang khusyuk berdoa di altar Dalam keheningan yang tiba-tiba pecah oleh teriak ngeri Para umat berlarian ketakutan di bawah atap naungan suci “Ada yang tidak senang dengan seksualitas saya,” ucapku Muncul sepasang kekasih yang sedang mesra di ranjang Tiba-tiba pintu dibanting terbuka hingga membentur dinding Keduanya berakhir dalam kolam api diiringi ayat-ayat suci “Ada yang tidak senang dengan kejujuran saya,” ucapku Ketika aku mengutarakan lebih lanjut, ia menutup mulutku “Yang itu tidak perlu dijelaskan,” kata sang malaikat Dan aku balas tersenyum padanya dengan degup harapan Pada Suatu Hari Dengan kepala mata terlihat ada kebencian dan ketakutan Ketika pagi tumbuh dengan matahari yang hitam oleh pitam Embun pun berubah jadi keringat asam dan masam di daun jiwa Dan kicau api membakar doa hingga kata-kata memerah darah Di bawah matahari ada bayang-bayang senjata seperti penis tegak Dan para pahlawan menggunakannya seperti sedang masturbasi Sementara para wanita bersembunyi dari nada musik kematian Tapi anak-anak menyanyikan lagu perang dengan mulut berliuran Dengan kepala penis terasa ada kebodohan dan kebohongan Ketika malam layu di bawah bulan yang pucat dengan cacat Dingin pun menyelimuti sperma dan darah di tubuh tanpa jiwa Dan serak serangga menyayat hati yang tak lagi bisa menangis Di bawah bulan ada mayat-mayat yang dipancung tanpa identitas Dan para bajingan berlomba memburu maut hingga ujung napas Sementara noda tetes darah terakhir jatuh di tengah kegelapan Yang akan menjadi corak kebangkitan ketika hari pasti berganti Menjadi Hantu Aku telah menjadi hantu. Aku diceritakan dengan seram Dan sosokku dijadikan kisah jerit malam di siang buta Dengan cara yang mengerikan aku perlahan menguasai mereka Dalam mimpi ketika tidur atau pun imajinasi ketika melamun Aku memang pernah nyata. Aku dimulai api liar dan biji peluru Lahir dari rahim mayat seorang wanita yang dirobek vaginanya Kemudian aku tumbuh besar di jalanan sambil makan belatung Hingga mati dan dikubur dengan timbunan tinja penuh cacing Aku pun menjadi hantu. Aku membayangi di setiap penjuru Bergentayangan dan bersembunyi dalam bayang dan remang Tapi orang tua mencekoki kisahku pada anak-anak yang lugu Dan tanpa sadar menanamku ke lubuk hati yang masih murni Tapi aku hanyalah hantu. Mereka mengencingi kuburku Sambil menginjak makam para tetua mereka yang terdahulu Karena telah dibutakan oleh amarah pada orang-orang mati Hingga mereka tak sadar bahwa aku telah menguasai mereka 2021 – 2022 Editor Tim Editor Sudutkantin Menemukancerita yang tertulis di bukukuMembaca alinea demi alinea, kata per kata sambil melayangkan anganBuku yang selalu mengingatkan bagaimana senyummu, tawa dan segala tentangmuSemua tertulis rapi di buku itu Aku juga masih ingat sorot matamuBuku itu terlalu jelas mengisahkan tentangmu Iya tentangmu, tentang yang berakhir bahkan sebelum semua bermulaBuku itu juga bercerita tentangmu yang
puisi akhir ramadhan. sumber foto unsplash/masjid biru hangia sophiaLailatur Qadar berlangsung pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Yaitu, pada malam-malam tanggal ganjil. Kumpulan puisi akhir Ramadhan 1443 H ini bisa kamu baca untuk menyambut malam seribu puisi akhir Ramadhan ini akan membuatmu bersemangat, serta merefleksikan perbuatan dan amal kebaikan yang sudah kamu lakukan di bulan penuh berkah ini. 4 Puisi Akhir Ramadhan Kumpulan puisi Ramadhan ini disadur dari dan 1. Lailatul Qadar Malam diturunkannya Al-Qur’an Dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW Ibadah apapun yang dilakukan pada malam itu Memiliki nilai seperti malam seribu kebaikan Malaikat turun ke bumi menebarkan salam sejahtera Untuk semua orang yang berdoa kepada Tuhan di manapun ia berada Malam puncak dari seluruh malam dalam setahun Kedamaian, cinta, dan renungan dalam hati Tidak ada yang bisa menandingi malam yang paling dicintai ini 2. Malam yang Diberkahi Malam yang diberkahi di mana para malaikat turun ke Bumi Bulan khusus untuk melakukan sebanyak -banyaknya amal kebaikan Malam ini kamu akan merasa kesejukan Menandakan bulan penuh rahmat hampir berakhir Satu set sajadah yang mendamaikan hatimu Ketika kamu merenungkan perbuatanmu Yang telah kamu lakukan dari awal bulan Ramadhan Bersiaplah untuk mendapatkan keberuntungan Dari karunia Tuhanmu pada hari yang istimewa Bergegaslah untuk mendapatkan hadiahnya! Lebih baik dari seribu bulan dan malam yang bisa mengubah takdir Nantikanlah Lailatul Qadar yang datang di bulan penuh rahmat malam lailatul qadar. sumber foto unsplash/pria muslim sedang salat 3. Malam KetetapanLailatul Qadar adalah malam ketetapan Ketika kita menyembah Allah sampai derajat yang tertinggi Pada malam ini kami diperkenalkan dengan agama yang membawa kedamaian Ketika Al-Qur’an dikirim melalui Malaikat Jibril Lailatul Qadar, lebih baik dari seribu bulan Seperti masa ketika pemburu mendapatkan perburuan terbesarnya Ada hadiah bonanza dengan jumlah tak terbatas Mendapatkan imbalan yang melimpah sampai kamu tidak dapat menghitung Bacalah Al-Qur’an mu setiap detik Berdoalah setiap hembusan naapsmu Berzikir sebanyak yang kamu mampu Dengarlah kedamaian pada malam Lailatul Qadar Masjid seperti tempat tinggal orang muslim Doa-doa akan dijawab dengan tidak ada yang menghilang Mari kita berusaha untuk mendapatkan surga-Nya di bulan Ramadhan 4. Malam yang Suci Malam paling suci yaitu Lailatul Qadar Allah menetapkan dan memerintahkan Malaikat turun ke bumi Memberikan berkah dan rahmat untuk semua manusia Malam yang jatuh di bulan Ramadhan Memelihara kebaikan dan ketakwaan Mendapatkan kebaikannya nanti Di dunia ini dan di dunia setelahnya Semoga kumpulan puisi akhir Ramadhan menyentuh hati ini menambah semangat beribadah saat malam Lailatul Qadar nanti ya, Sobat Inspirasi Kata.Fiqa
Baalyang seringkali disebutkan dalam Alkitab tidak lain adalah sebutan bagi Nimrod "pemburu gagah perkasa" (Kejadian 10:8,9). Nimrod adalah Lupercus yang asli, dan kita tahu bahwa Nimrod adalah orang yang membangun kerajaan Babel (Kejadian 10:10). Bukan hanya Nimrod sebagai penguasa Babel, tetapi dia juga menjadi imam bagi sekte setan
“Duh Gusti kulo sanes ahli suwargo Nanging kulo mboten kiat wonten neroko. Mugi Gusti kerso paring pangapuro dumateng sedoyo dosa-dosa kulo…” Saya yakin di antara kalian pembaca Jurnaba, ada yang ikut bernyanyi ketika membaca lirik di atas. Betul, lirik di atas adalah pujian yang disenandungkan setelah adzan. Di musala perkampungan rumah saya, pujian ini biasa digemakan setiap selesai adzan magrib, sebelum iqhomat. Setiap mendengar pujian di atas, maka saya akan sadar bahwa itu adalah hari kamis, tepatnya malam jum’at. Entah akan kalian maknai sebagai waktu-waktu yang horror di mana para hantu bergentayangan, atau sebagai waktu bagus untuk bershalawat, mengaji, mengirimkan YaSin, atau yang lainnya. Tapi begitu mendengar pujian di atas, saya akan tahu bahwa itu adalah hari Kamis. Ada semacam kebiasaan di perkampungan saya melantunkan syi’ir di atas, yang tentu tak saya ketahui bagaimana mulanya. Syi’ir di atas memusingkan jika dipahami dengan nalar semata. Sudah tahu bukan ahli surga, kok ndak kuat menanggung perihnya neraka. Lha, maumu gimana? Tapi, kita semua tahu pujian di atas ditujukan untuk Tuhan, Gusti Allah maha penyayang dengan segala ampunannya. Suatu hari, seorang teman mengunggah sebuah tulisan, lebih tepatnya puisi. Entah itu dalam bahasa inggris, atau dalam bahasa Indonesia, saya lupa tepatnya. Tapi puisi itu tak asing bagi saya. Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa alaa naaril jahiimi Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka. Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafirudzdzambil azhiimi Maka berilah aku taubat ampunan dan ampunilah dosaku, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar. Dzunuubii mitslu a’daadir rimaali fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali Dosaku bagaikan bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan. Wa umrii naaqishun fii kulli yaumi wa dzambii zaa-idun kaifah timaali Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya. Ilaahii abdukal aashii ataaka muqirran bidzdzunuubi wa qad da’aaka. Wahai, Tuhanku ! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu. Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun wa in tathrud faman narjuu siwaaka Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau? Betul, puisi di atas sama dengan pujian yang dikumandangkan setiap hari kamis sebelum iqomat magrib di perkampungan rumah saya. Perbedaannya hanya terletak pada bahasa, dan pulalah itu kali pertama saya tahu lirik lengkapnya, dan pertama kalinya saya tahu bahwa itu adalah sebuah puisi. “Iku puisine Abu Nuwas, penyair Arab. Keren ya?” “Ho’oh. Rayu-rayuan.” “Yo jelas to. Wong doa ki sakjane ya ngono. Ngerayu disik. Abu Nuwas ki penyair genit. Kae senengane mabuk-mabuk’an. Puisine soal arak digawe aliran, jenenge Khamriyyat. Wes mabukan, homo sisan. Pas Abu Nuwas mati ki wong-wong wes mikir cah kae bakal melbu neroko. Ternyata bengine ulama podo mimpi ketemu Abu Nuwas ning surgo. Petentang-petenteng, cengengesan. Terus ulama podo takon kok Abu Nuwas iso melbu surgo ki piye ceritane? Terus Abu Nuwas jawab nek sak durunge mati, dia nulis puisi ning ngisore bantal. Yo kui mau puisine. Sak wise kae, puisine Abu Nuwas diwaca wong-wong sak bare salat. Penyair ki keren leh berdoa. Iso ngerayu Tuhan sampe luluh.” Cerita itu satu dari sekian yang saya pahami tentang doa. Bahwa doa tak melulu sama, itu-itu saja. Itu-itu terus, membosankan, dan lebih banyak orang tak tahu isi dari doa mereka. Satu waktu ketika masih SMP, saya baca majalah bekas yang dipakai ibu sebagai bungkus cabe dan sayur-sayuran lain. Saya baca satu artikel di sana yang memuat tentang tokoh islam bernama Rabi’ah al-Adawiyah, nama yang barangkali sebagian besar dari pembaca sudah tahu. Nama itu pernah diulas dalam rubrik islami ketika ramadhan di sini. Rabi’ah al-Adawiyah dikenal sebagai perempuan suci, perempuan mulia, kekasih Allah. Rabi’ah dalam bahasa Arab berarti empat karena ia adalah anak ke-4. Keluarganya tak kaya, tapi ia dibesarkan oleh keluarga yang menjunjung tinggi keimanan. Satu hari ia menunda makan dan bertanya pada ayahnya, dari mana uang untuk membeli makanan di atas meja? Apakah makanan itu berasal dari rezeki yang halal? Ayahnya tertegun mendengar pertanyaan itu. Maka, dijawablah bahwa rezeki yang mereka peroleh berasal dari cara yang halal. Setelah mendengar jawaban itu, Rabi’ah baru mau memakan makanannya. Di suatu ketika ia ditangkap, dan kemudian dijual untuk menjadi budak. Di waktu malam, majikannya terbangun dan melihat cahaya berpendar dari kamar Rabi’ah. Kala itulah Rabi’ah sedang berdoa pada Tuhan. Hal yang tak pernah saya lupakan dari kisah Rabi’ah adalah isi dari puisi yang ia gunakan sebagai doa, yang dikutip pada artikel yang saya baca kala itu. “Tuhan, jika aku berdoa padamu lantaran ingin dimasukkan surga, maka tendanglah aku dari surga. Jika aku berdoa lantaran takut masuk neraka, maka masukkan saja aku ke neraka, tapi doaku semata karena aku mencintaiMu.” Kurang lebih itu yang masih saya ingat. Dua puisi di atas bagi saya indah sekali. Rayu-rayuan yang jika ditulis saat ini mungkin akan terdengar klise, tapi di masanya, doa di atas adalah yang paling indah, yang menggetarkan hati banyak orang. Kalau kalian bangun di malam hari dan lantas merayu Tuhan dengan cara demikian, saya kira besar kemungkinan kalian akan terbawa oleh suasana haru dan bersimpuh menangis. Mengapa kita saat ini tak berdoa dengan cara yang sama? Bukan dengan kalimat yang sama, tapi cara dan rasa yang sama. Bahasa yang indah, yang kita tangkap dari dalam diri sendiri, yang mewakili keinginginan pribadi…dan tentu masing-masing orang tak akan sama. Bukankah Tuhan itu universal? Kita saja yang menyukai template. Ada hal lain yang berubah dari cara orang berdoa. Kita mengenal Abu Nuwas lewat puisinya yang kita jadikan syiir, Jalaludin Rumi, bahkan puisi Rabi’ah. Doa mereka laiknya puisi, disusun dengan indah, yang membuat pembaca tersentuh. Apa yang membuat orang tersentuh? Bukan semata karena keindahan, tapi karena mereka paham, dan mampu meresapi makna dari kalimat-kalimat itu. Tapi bisa jadi kata memang hanya satu dari sekian perantara sebagaimana doa juga bukan template yang harus semua sama. Di Indonesia, kita kenal Qiro’ah, pembacaan al-Qur’an dengan melagukannya. Almarhumah ibu saya dulu sering diminta Qiro’ah ketika ada saudara, kerabat, atau tetangga sedang mantenan. Sebagian kita, saya yakin, tak paham arti dari ayat yang dibacakan, bahkan beberapa mungkin justru tak tahu surat apa itu. Tapi bunyi-bunyian itu indah, dan hati beberapa dari kita bergetar saat mendengarnya. Dan saya kira, itu pun bentuk lain dari doa. Kadang-kadang, kita perlu tahu bahwa doa tak mesti berisi harapan. Sebagian berisi rindu yang jika kita mengucap nama-Nya saja, akan membuat hati kita bergetar.
Berkiatandengan kata harapan berikut ini, puisi berjudul harapan terakhiri, bagaimana puisinya untuk lebih jelasnya silahkan disimak saja berikut ini. Puisi Harapan Terakhir Kesepian ini membuatku sekarat Pada hari, minggu, bulan, tahun menjerat Akankah semua berlalu dengan cepat Aku kesepian dalam kesendirian Tak ada yang mengerti ku dalam HARI KIAMAT Gelombang air yang menghancurkan Gunung-gunung yang dihamburkan Apa yang sedang terjadi? Ketika gema suara tak lagi terdengar Dan langkahan kaki tak lagi bermakna Kemana kita akan pergi? Aku disini menanti pagi Tetapi mentari tak bersinar lagi Kukira tanah ini hanya sekedar murka Tetapi nyatanya illahi ingin aku kembali Beberapa orang mati syahid Namun sampah dunia mati sia-sia Tak lagi mengenal orang-orang Inikah akhir dari alam semesta? Duniapun runtuh seketika Sangkakala dibunyikan Semua makhluk kembali pada yang diatas Masih sempatkah bertaubat Disaat bumi ini sudah tiada? BUMIKU Air jatuh dengan lembut Menghiasi bumi dengan kehangatan Kabut-kabut kalbu mulai menjauh Meninggalkan langit cerah berseri Alam damai pertanda elok Dengan tangan-tangan kecil itu Mulai merenggut alam ini Kejahatan yang terjadi Menjadikan bumi semakin sekarat Keadilan tidak lagi ditegakkan Kejujuran tidak lagi dibendung Tidak ada pertanggung jawaban Dari segenggam rasa Menjadi sejuta pilu Hari itu akan datang Dimana semua tidak dapat diubah Bumi yang elok menjadi hancur Air yang suci menjadi tergores Kehidupan terasa fana Semua akan dipadukan Menjadi satu Hari itu tidak menunggu siapapun Hari itu akan datang Setelah kejahatan pada puncaknya Setelah bumi menjadi rusak Dari tangan-tangan itu Apa yang kita sesali? Apa yang kita ratapi? Sudah tidak ada gunanya Disaat hari itu datang Semuanya menjadi sirna
Danitu yang menjadi sebab daftar isi buku kumpulan puisi Setelah Hari Keenam disusun secara alfabetis berdasarkan judul. Kata penyair: "Dengan cara itu saya hendak mengatakan bahwa puisi-puisi yang dihimpun dalam buku ini bukan produk yang lahir secara berkesinambungan, sehingga tidak menuntut pendekatan berdasarkan kronologi tahun
NAMA NGADIATUN HASANAH KELAS IIX AK 3 NO. 29 HARI AKHIR Hari akhir Hari penghabisan Hari pembalasan Hari mulai berakhirnya alam semesta Hari berakhirnya seluruh kehidupan Hari penegakan hukum Allah SWT Apabila Matahari digulung Apabila matahari berjatuhan Apabila gunung- gunung dihancurkan Semua hancur lebur tak bersisa Semua manusia dibangkitkan Semua manusia akan dikumpulkan Semua manusia akan diperlihatkan amal baik dan buruknya Semua manusia akan menerima balasannya Beruntunglah orang- orang yang telah bertakwa Beruntunglah orang- orang yang telah beramal shalih Beruntunglah orang- orang yang dijauhkan dari neraka Beruntunglah orang- orang yang dimasukkan ke dalam surga Ini ahalah puisi yang aku buat sendiri untuk tugas mapel agamaku disuruh bikin puisi Tadinya aku mikir aku ngga bisa bikin puisi tentang Hari Akhir, Ehh.... akhirnya jadi juga Semoga nilainya bisa bikin hati seneng dehh... Dan semoga dari hasil bikin puisi ini aku jadi sadar Amin.... Kaummuslimin adalah umat pertama yang masuk surga. Dan Nabi Muhammad Sholallahu'alaihi wa sallam ialah manusia pertama yang masuk surga. Rasulullah Sholallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Aku adalah Nabi yang paling banyak pengikutnya di hari kiamat. Dan aku orang yang pertama kali mengetuk pintu surga." (HR. MUslim, Ibnu Hibban) Dari
Puisi tentang hari akhir Jawaban Berikut contoh puisi mengenai hari akhir Kiamat yang Dekat Waktu hakikatnya berjalan menujumu Walau dunia terus melenakan diriku Namun amal dan ibadah tetap tujuanku Wahai hari akhir, adakah keselamatan untukku? Hari akhir, engkau hari penghabisan dunia yang semu. Engkau menjadi awal pembalasan segala yang dulu. Pintu surga dan neraka terbuka dimulai darimu Engkau dekat, engkau janji yang paling terdahulu Hari akhir, aku bertaubat sebab gentar akanmu. Sudikah Tuhanku mengampuni dosa-dosaku? Pembahasan Puisi adalah salah satu karya seni dalam bentuk prosa. Puisi dikenal sebagai karya yang menggunakan kalimat pendek atau bahkan frasa dan klausa. Meski begitu, diksi atau pemilihan kata yang cermat menjadikan puisi padat akan makna dan indah untuk diresapi diri. Puisi ada banyak jenisnya dan dibagi ke dalam beberapa kelompok. Untuk contoh di atas, termasuk puisi yang tidak terikat pada aturan baku sehingga bisa disebut puisi modern. Bait pada puisi barisnya tidak berjumlah sama meski rimanya semua memiliki pola yang sama yakni berakhiran –U. Puisi di atas bertemakan hari akhir sesuai yang diminya soal. Hari akhir sendiri adalah sebutan bagi hari kiamat yang umum diistilahkan dalam konteks agama.
. 97 422 162 361 394 170 234 349

puisi tentang hari akhir yang berakhir dengan surga